Dari ustadz Musyaffa
Boleh, Tapi Jangan Dikerjakan! ::.
Pak Kamsud pagi itu belum sempat sarapan di rumah, maka sebelum kerja,
ia mampir dulu di Warteg Pak Karman langganannya. Belum juga sempat
duduk, Pak Kamsud langsung ditembak pertanyaan sama pak Karman.
Nah, ini dia Pak Kamsud kebetulan sekali nih" kata pak Karman. "Ada apa
emang koq pakai kebetulan segala?" tanya pak Kamsud keheranan. "Gini pak
Kamsud, dari kemaren di Warteg ini banyak orang ngobrolin tentang baca
Quran dengan langgam Jawa, menurut pak Kamsud sendiri gimana itu?" "Ya,
kalo menurut saya pribadi sih itu namanya kurang kerjaan." "Lha koq gitu
pak?" tanya pak Karman.
"Sekarang fungsi daripada baca Quran
itu sendiri apa coba, saya tanya pak Karman?" "Ya untuk didengar,
dipahami, dihayati dan kemudian diamalkan." "Nah betul itu. Sekarang
kalo baca Quran tapi malah bikin konflik apa itu gak kurang kerjaan
namanya?" "Gak gitu juga lah pak Kamsud, selama baca Quran itu telah
memenuhi kaidah Tajwid dan tidak merubah maknanya, mau dibaca dengan
nada Jawa atau nada Arab juga terserah aja kan? Lagian banyak juga lho,
para Kyai yang mengatakan itu boleh."
"Tanpa sedikit pun
mengurangi rasa hormat saya kepada para Ulama, tapi penjelasan mereka
itu harus kita pahami secara proporsional pak Karman; karena mereka
mungkin mengungkapkan hukum dasarnya saja, bukan siasat fatwanya. Maka
bisa jadi sesuatu itu diperbolehkan, tapi tetap jangan dikerjakan karena
dapat mendatangkan mafsadat lain yang lebih besar dan belum tentu
sepadan dengan prediksi maslahat yang akan didapat."
"Maksud pak
Kamsud gimana sih, saya koq makin gak paham?" "Maksud saya gini, pak
Karman biasa shalat Jumat pakai baju koko, sarung dan peci. Sekarang
coba nanti pak Karman shalat Jumat pakai kaos singlet, celananya
setengah betis yang penting nutup kemudian pakai helm sebagai ganti
peci. Itu sah gak menurut pak Karman?
Dengan alasan; bahwa kaos singlet itu lebih adem kalo dipake, dan helm itu jauh lebih menjamin keselamatan kepala kita?"
"Ya nggak sah tho pak Kamsud, masa' shalat pakai helm, kurang kerjaan
saja." "Shalatnya tetep sah pak Karman, karena shalat itu yang penting
pakaiannya suci dan menutup aurat, ini kaedah dasarnya, hukum awalnya.
Tapi memang, shalat dengan memakai helm itu sesuatu yang kurang kerjaan,
demikian juga shalat dengan kaos singlet, meskipun ada yang
membolehkan, tetap saja itu aneh dan kurang kerjaan.
Jadi,
meskipun boleh, tapi jangan dilakukan!" "Koq bisa pak, seuatu yang boleh
tapi jangan dikerjakan?" "Jadi begini, pak Karman tahu karung goni kan?
Itu lho, yang biasa dibuat balap karung anak-anak pas 17-an? Sekarang
kalo umpamanya ada wanita yang memakai karung goni untuk menutup
auratnya, mulai dari atas sampai bawah dia pakai karung goni, lalu dia
jalan ke pasar, ikut majlis taklim dan nganter anak ke sekolah dengan
kostum kaya gitu, boleh gak itu?
Secara hukum dasar itu
boleh-boleh saja, karena Islam hanya memerintahkan wanita menutup
auratnya dengan batasan yang jelas, adapun mengenai jenis kain yang
digunakan, itu kan gak ada keterangan detailnya. Jadi hal semacam ini,
meskipun boleh, tapi aneh di sebuah masyarakat, makanya jangan dilakukan
karena bisa menimbulkan fitnah." "Tapi kan, nada Jawa itu bukan sesuatu
yang aneh bagi masyarakat kita Pak?" "Tidak aneh kalo untuk wayangan,
tapi aneh kalo untuk baca Quran.
Seperti memakai sarung itu
tidak aneh kalo buat shalat di masjid, tapi coba pakai sarung saat
ngantor atau ngajar di sekolahan, anak SD juga tahu kalo itu aneh dan
mereka bakal ngetawain kita."
"Jadi intinya boleh tapi jangan
dikerjakan? Kalo saya tetap melakukannya gimana pak?" "Ya sudah gini
saja pak, sekarang bapak punya Warteg yang banyak pelanggannya, biasanya
saat pak Karman melayani pelanggan maka pak Karman akan membersihkan
piring dengan sebuah kain lap.
Sekarang coba bapak pergi ke toko
dan beli CELANA DALAM yang baru, paling bagus, paling mahal, merk-nya
terkenal, steril dan belum pernah dipakai, kemudian pak Karman kalau ada
pelanggan datang, nanti pak Karman nge- lap piringnya pakai celana
dalam yg baru itu, gimana?"
"Ah, aneh-aneh saja pak Kamsud ini,
koq idenya nggilani kaya gitu?!" "Lho, ini bukan nggilani pak, pada
faktanya, mohon maaf ini, CELANA DALAM yang baru dari toko itu jauh
lebih bersih dari kain lap punya pak Karman yang sudah dipakai
berkali-kali, keduanya sama-sama kain, yang membedakan hanya bentuk
jahitannya saja.
Jadi secara hukum dasar, sah-sah saja kalau pak
Karman menggunakan CELANA DALAM buat nge-lap piring." "Kalo kaya gitu
pelanggan saya nanti bakal kabur semuanya lah pak Kamsud."
"Nah,
itulah yang ingin saya sampaikan pak Karman. Kita ini hidup di tengah
masyarakat Indonesia, kita harus paham mana yang telah menjadi
perspektif paten dalam sebuah masyarakat, sehingga hal tersebut perlu
kita jaga dan tak perlu kita mengada-ada sebuah inovasi dengan alasan
yang kita buat-buat namun ide tersebut justru membuat masyarakat ribut
dan berpecah-belah.
Sudah cukuplah kita ini diuji dengan banyak
hal, apa tidak cukup kita diuji dengan harga-harga meroket namun mata
uang justru menghujam dan menyelam?
Islam Nasionalis itu adalah
Islam yang sadar dia tengah hidup di mana dan berhadapan dengan siapa,
jangan terlalu anti banget lah dengan yang berbau-bau Arab, masa' nanti
kalo kita mati minta dikafanin dengan batik? Dan gak mau dikafanin
dengan kain putih? Mungkin itu boleh, tapi sekali lagi, jangan
dikerjakan!" "Pertanyaan terakhir pak, tadi pak Kamsud nyinggung tentang
Siasat Fatwa, maksudnya apa itu pak?"
"Dalam konteks ini maksud
saya adalah; menghindari kontroversi horisontal antara masyarakat yang
dapat menjerumuskan ke dalam perpecahan.
Sebisa mungkin kita
hindari hal tersebut dengan mengambil pendapat yang dapat menyatukan
umat. Dalam Al-Quran, hal ini dicontohkan oleh Nabi Harun, yaitu saat
Samiri, seorang gembong munafik bani Israel membuat lembu sesembahan,
Nabi Harun tidak lantas seketika menghukumnya, akan tetapi
mengakhirkannya hingga adik beliau, yaitu Nabi Musa datang.
Pada
dasarnya menyekutukan Allah itu dosa besar, tapi dengan kecerdasan
Siasat Fatwa agar bani Israel tidak terpecah-belah, Nabi Harun kala itu
lebih mengedepankan persatuan umat daripada permasalahan akidah.
Walaupun memang, akhirnya mereka mendapat hukuman juga.
Jadi,
tugas pemimpin itu adalah menjaga persatuan rakyatnya, bukan malah bikin
mereka ribut dan saling hujat." "Okelah pak Kamsud, makasih buat
sharingnya!" "Saya juga terimakasih buat pak Karman, yang bakalan kasih
saya makan gratis pagi ini.. hehe." "Haha.. cerdik juga pak Kamsud ini,
boleh, boleh.. silahkan makan sepuasnya. Khusus buat hari ini pak Kamsud
saya gratisin.." "Naaah.. gitu dong, itu baru bener-bener Muslim
Nasionalis, membantu dan merangkul saudaranya yang tengah lapar
KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH KEPADA SAUDARA AKHMAD NAZIRIN